Pembantaian

Baca ini ģih agar kamu mengerti ya " http://blog.imanbrotoseno.com/?p=1498    
http://blog.imanbrotoseno.com/?p=1498
atau kau coba caritahu

asional

Sikap Warga NU terhadap PKI

KOMPAS/DIDIE SW
Ilustrasi
Selasa, 29 September 2015 | 15:05 WIB

Oleh: Salahuddin Wahid

JAKARTA, KOMPAS - Tahun 1951/1952 saat masih di SD, saya melihat di meja kerja ayah saya sebuah foto tentang seorang laki-laki yang ditutup matanya berdiri di depan sejumlah orang yang mengarahkan senjata ke arah lelaki itu.

Saya bertanya kepada ayah saya, siapa lelaki itu? Beliau menjawab lelaki itu adalah orang yang dihukum mati karena terlibat pemberontakan PKI di Madiun pada 1948. Anggota PKI membunuh banyak kiai dan santri.

Penjelasan ayah saya itu amat saya yakini, langsung menempel di otak dan bertahan sampai kini, walau ada banyak tulisan dan buku yang mencoba membantah bahwa PKI memberontak pada 1948. Keyakinan itu juga dimiliki puluhan juta warga NU, umat Islam, dan pemeluk agama lain.

Beberapa tahun menjelang 1965, mereka yang berkeyakinan seperti itu menyaksikan dan mendengar bahwa anggota PKI dan organisasi di bawahnya telah memprovokasi umat Islam, menyerang anggota PII yang sedang shalat subuh di Kanigoro, Kediri, membunuh anggota Ansor di Banyuwangi. Perang kata-kata terjadi antara koran PKI dan koran lain, antara sastrawan pro-PKI dan sastrawan anti-PKI.

Sikap Gus Dur

Kami sekeluarga, kecuali Gus Dur yang berada di Mesir, mendengar dengan saksama pengumuman Dewan Revolusi. Dengan latar belakang seperti di atas, reaksi spontan kami saat itu: ini pasti perbuatan PKI. Ibu saya ikut menandatangani tuntutan pembubaran PKI, mewakili PP Muslimat NU, 4 Oktober 1965.

Saat itu belum banyak yang punya telepon apalagi telepon seluler, jadi informasi bergerak lambat. Kami mulai mendengar adanya eksekusi terhadap mereka yang diduga sebagai anggota PKI dan organisasi di bawahnya sekitar seminggu setelah terjadi. Tentu kami tak setuju. Saat peringatan hari lahir ke-40 NU, ada beberapa anggota Banser Jawa Timur yang menginap di rumah ibu saya. Saya dan adik saya, Umar, mengobrol dan bertanya mengapa kawan-kawan anggota Banser mengeksekusi mereka yang dianggap anggota PKI dan organisasi di bawahnya?

Menurut mereka, suasananya seperti perang: membunuh atau dibunuh. Pada 2005 saya bertemu seorang anggota Banser yang mengeksekusi banyak orang yang diduga anggota PKI atas perintah anggota TNI tingkat kecamatan. Dia mengatakan, kalau dia menolak, dia akan dituduh sebagai anggota PKI. Pendapat para anggota Banser itu adalah suara hati nurani warga NU terhadap PKI 50 tahun lalu.

Gus Dur meninggalkan Indonesia menuju Kairo pada akhir 1963 dan kembali pada pertengahan 1971. Jadi Gus Dur tidak mengalami atau merasakan suasana permusuhan dengan PKI dan organisasi di bawahnya. Gus Dur juga punya akses terhadap informasi tentang Gerakan 30 September (G30S) yang bertentangan dengan informasi yang beredar di Indonesia. Amat mungkin Gus Dur pernah berjumpa dan berdialog dengan warga PKI yang tidak bisa kembali ke Indonesia dan tinggal di sejumlah negara Eropa dst masih ada kon bukak ae iku artikel e karangan Gus Sholah di KOMPAS NATONAL http://nasional.kompas.com/ read/2015/09/29/15050001/Sikap.Warga.NU.terhadap.PKI

Sebuah cerita sejarah kelam negeri ini. Bahwa negeri ini pernah memiliki dosa  yang harus diketahui oleh anak cucumu  dan jangan ditutup-tutupi.
Jangan jangan setiap masalah beban dan kebusukan negeri ini saat ini adalah juga benih dari masalah masa lalu kita yang kelam...

( to be continued. ...)

Comments