Phenomena PSI

Grace the Family


Dunia Politik negeri ini serasa disegarkan , tatkala seorang ibu - ibu cantik tetiba saja mem-plokamirkan berdirinya sebuah partai baru yang siap bertarung di Pemilu 2019 nanti " Partai Solidaritas Indonesia " - PSI .
Lakukah partai ini di tahun 2019 nanti ?
Dengan sebuah paradigma baru , partai ini mengambil jarak pada orang orang yang telah lama berkecimpung di dunia perpolitikan Indonesia. Tapi langkah yang berani sekaligus sangat beresiko ini masih dibentengi dengan sebuah keberanian yang serba penuh perhitungan yaitu dengan mengajukan Jokowi sebagai Calon Presiden di 2019 ! Jauh sebelum partai partai lain yang sudah establish dikenal memberanikan diri memutuskan siapa calon Presiden mereka untuk Pemilu 2019 nanti.

Apakah kemudian partai ini bisa membuat pijakan langkah langkah baru serta menggerakkan mesin politiknya yang nota bene belum dikenal untuk bisa mengajak para simpatisan dan swing voters untuk benar benar memilihnya dan mencoblos partai ini sebagai pilihan sesuai hati nurani mereka ?
Mbak Grace dan kawan-kawannya di PSI mungkin sedang menagmil momentum atau malah sedang salah mengamil timming datang ke kancah persaingan politik negeri ini. Ketika issue issue politik aliran dan agama sedang gencar gencar nya seperti tsunami membuat gerakan massal menancapkan kukunya di ibukota jakarta pada pemilu raya kepala daerah 2017 - mbak Grace dan kawan kawannya di PSI seolah membuat antitesa. Mereka yang dikomadani oleh seorang perempuan dan jelas jelas keturunan TiongHoa serta beragama Non-Muslim nekad berani mengibarkan benderanya berhadap-hadapan dengan FPI dan Muhammadiyah serta ormas ormas sektarian lainnya dengan membawa jargon " Solidaritas Indonesia ! " Partai yang membawa identitas DNA: kebajikan dan keragaman. PSI berpijak pada kesadaran, bahwa politik sejatinya adalah hal yang baik. Meski kini, kata “baik” dan “politik” lebih sering bersimpang jalan. PSI hadir untuk mendekatkan kembali politik kepada kebajikan.

Lihat betapa jumawanya mereka membawa kebajikan dan keragaman pada DNA mereka . sebuah langkah biasa dimasa ada seorang GusDur yang masih hidup menjadi pembela dari tekanan kaum intoleran yang maha dahsyat, tapi sekarang hanya orang yang "cari mati dan sudah selesai hidupnya" saja yang berani memiliki semangat seperti itu tanpa keberadaan sosok seorang GusDur yang siap membela siapapun yang sedang "dihakimi" oleh ketidak adilan. Kasus AHOK terpaksa harus rela berkorban mendekam didalam penjara hanya karena kita ingin meredam gejolak kemarahan yang liar karena dibakar oleh hasutan dan fitnah yang luar biasa kejam serta sangat berbahaya di ranah kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ini, sungguh menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga dan akan jadi awal perubahan gejolak perpolitikan di negeri ini.
Kita rupanya belum isa berpikir dewasa dan mudah dihasut oleh perkara mudah seperti itu saja.

PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA (PSI)
PENDAHULUAN
Partai politik adalah instrumen untuk mengorganisasikan kekuasaan rakyat yang sangat beragam sehingga menjadi kekuatan efektif. Menurut Konstitusi, partai politik merupakan institusi utama bagi rekrutmen kepemimpinan di daerah dan pusat, baik di eksekutif maupun legislatif. Presiden, Wakil Presiden, dan anggota DPR/DPRD, semuanya dinominasikan oleh partai. Hampir tidak ada gubernur, bupati, walikota tanpa nominasi partai. Partai paling bertanggung jawab atas kualitas kepemimpinan dan keberlangsungan demokrasi di negeri ini.
Setelah 15 tahun proses demokrasi berjalan, partai-partai yang ada kurang efektif dalam menjalankan amanat konstitusi. Warga semakin kecewa dan semakin apatis pada partai politik. Bukti dari kekecewaan itu adalah rendahnya kepercayaan (trust) mereka pada partai politik, seperti tercermin dari berbagai hasil survei belakangan ini. Upaya pembenahan yang dilakukan beberapa partai politik untuk merespon sikap apatisme itu tampaknya belum berhasil.
Partai-partai lama dan baru secara umum mengandalkan seorang tokoh tunggal atau segelintir elite. Partai seperti milik keluarga. Rekrutmen kader dan pemimpin partai sangat bertumpu pada preferensi tokoh tunggal tersebut. Partai kurang mau terbuka dalam rekrutmen putra-putri terbaik bangsa. Tidak mengherankan kalau hasil rekrutmennya kemudian kurang memenuhi harapan.
Harus ada terobosan dari situasi ini. Di satu sisi, partai-partai yang ada memerlukan dorongan yang kuat untuk memperbaiki organisasi maupun kinerjanya. Di sisi lain, kita memerlukan partai politik baru dengan visi, misi, program, manajemen, dan strategi yang berbeda dari kecenderungan partai-partai yang ada sekarang. Partai baru ini harus mampu menjawab aspirasi generasi baru yang dalam 10 atau 20 tahun ke depan akan menentukan politik dan kepemimpinan Indonesia. Partai baru ini juga harus menjadi contoh bahwa menjadi partai yang sukses haruslah dengan meninggalkan kebiasaan yang selama ini menjadi praktik umum di partai-partai yang sudah ada.
Pada Pemilu 2019 mendatang, mayoritas pemilih berasal dari kelompok umur muda, yakni berusia 40 tahun ke bawah. Generasi muda inilah yang akan menentukan kepemimpinan nasional, yang bakal menjadi wakil rakyat (DPR) dan menduduki jabatan-jabatan penting di eksekutif.
Generasi baru ini cenderung membesar di daerah perkotaan, sejalan dengan semakin besarnya gelombang urbanisasi. Secara umum, generasi baru ini juga lebih terpelajar. Populasi urban dan terpelajar ini punya akses yang lebih kuat pada media massa. Mereka terekspos ke berbagai berita dan opini, dan cenderung kritis terhadap kondisi politik sekarang. Partai baru harus mampu merespon aspirasi generasi baru ini.

PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) lahir untuk merespon kecenderungan perubahan sosial-politik generasi baru tersebut. Generasi baru umumnya berharap lahirnya pemimpin-pemimpin yang bisa dipercaya, berintegritas, peduli pada rakyat, dan kompeten. Sesuai dengan perubahan sosial itu, generasi politik baru cenderung menuntut kesetaraan dan inklusivitas politik yang lebih besar. Karenanya, generasi baru cenderung menentang berbagai bentuk sentralisme dan hirarki politik yang panjang. Secara sadar, PSI dibentuk dengan tidak bersandar pada satu tokoh sentral.
Kepemimpinan PSI bertumpu pada prinsip kepemimpinan demokratis yang realistik, yakni poliarki atau kepemimpinan oleh banyak orang. Ketua partai tidak diberi insentif untuk menjadi pemimpin nasional demi menghindari politisasi partai untuk kepentingan sang pemimpin sendiri.
Yang didorong untuk menjadi pemimpin dan wakil rakyat di DPR/DPRD adalah siapa saja yang memenuhi kriteria kepemimpinan, bukan pucuk pimpinan partai di pusat maupun daerah. PSI dan pengurusnya hanya melahirkan dan mengorganisir pemimpin-pemimpin tersebut untuk menjawab harapan generasi politik baru.
Perjuangan PSI dilandasi empat nilai dasar yang menjadi karakter khas PSI yaitu kebajikan, keragaman, keterbukaan, dan meritokrasi.
Kebajikan. PSI memandang bahwa politik adalah kebajikan, sumber kebaikan bagi kepentingan orang banyak. Demokrasi meletakkan peran sentral partai politik sebagai institusi yang bertugas mendengar dan menyalurkan aspirasi rakyat, termasuk menjadi rahim yang melahirkan pemimpin-pemimpin masyarakat. Karenanya, seluruh orientasi dan kerja politik PSI difokuskan untuk menggagas dan memutuskan kebijakan-kebijakan publik yang membawa kebaikan bagi rakyat.
Keragaman. PSI berupaya mengukuhkan prinsip keragaman sebagai sumber kekuatan Indonesia. Di dalam keberagaman, nilai-nilai solidaritas yang merekatkan warga tidak hanya berbentuk ikatan emosional ke dalam kelompok sendiri yang bersumber dari kesamaan agama, etnik, bahasa dan pengalaman sejarah. Lebih dari itu, perekat solidaritas adalah rasa saling ketergantungan ke luar yang menjembatani hubungan setara antar-kelompok, antar-agama, antar-etnik dan antar-bahasa.
Keterbukaan. PSI menjunjung tinggi nilai-nilai keterbukaan, baik dalam hal berhubungan dengan dunia luar maupun keterbukaan dalam tata laksana pemerintahan. Keterbukaan adalah prinsip utama yang memungkinkan Indonesia menjadi warga dunia yang setara dan sama-sama berkontribusi terhadap kemakmuran dan perdamaian dunia. Keterbukaan memungkinkan Indonesia mampu bekerjasama dan saling belajar dengan bangsa-bangsa lain dan sekaligus memberi tempat untuk terus melakukan kritik dan pembaruan. Nilai keterbukaan juga akan melandasi perjuangan PSI dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam tata-kelola pemerintahan.
Meritokrasi. Perjuangan PSI juga didasari oleh nilai-nilai meritokrasi. PSI akan berupaya mewujudkan kondisi yang memungkinkan setiap orang dapat mencapai dan memperoleh sesuatu sesuai dengan kemampuan dan usahanya. Nilai meritokrasi menghargai kinerja dan memberi kesempatan yang adil bagi setiap orang untuk bekerja kerjas mencapai kemungkinan yang tak terhingga. Penerapan nilai-nilai meritokrasi di dalam urusan publik akan membebaskan kita dari jerat korupsi, kolusi dan nepotisme.
Empat nilai-nilai dasar itulah yang menjiwai platform kebijakan yang akan diusung PSI.

PLATFORM KEBIJAKAN PUBLIK PSI
Sebagai negara demokrasi baru, tantangan yang dihadapi Indonesia sangat kompleks. Di satu sisi, tantangan itu masih banyak terkait dengan aspek-aspek dasar kehidupan berbangsa dan bernegara seperti pelembagaan institusi-institusi sosial, politik, dan ekonomi. Demikian juga dengan hal-hal dasar dalam kehidupan rakyat seperti  layanan publik dasar berupa penyediaan lapangan kerja, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, tersedianya infrastruktur perhubungan, layanan dasar kesehatan, dan sebagainya. Di sisi lain, Indonesia harus siap menghadapi tantangan kehidupan dan politik abad ke-21 dan setelahnya, yang ditandai oleh persaingan yang makin ketat sekaligus kaburnya batas-batas antar negara.
Dengan kata lain, untuk bisa menjawab tantangan-tantangan baru tersebut Indonesia memerlukan transformasi, yakni perubahan dan penyesuaian kerangka institusional pada lingkup internal Negara. Tanpa adanya perubahan dan penyesuaian kerangka institusional internal, bisa dipastikan, Indonesia tidak akan memiliki kemampuan kompetitif untuk bisa menjadi pemenang di dalam kompetisi global dewasa ini. Sebab, kerangka kelembagaan dan aturan normative yang ada dewasa ini merupakan hasil dari upaya-upaya transformasi terdahulu untuk menjawab masalah-masalah kontekstual pada masanya. Transformasi atau pembaruan dan perubahan adalah cara paling baik untuk memastikan sebuah institusi besar bernama Negara tetap relevan dan sanggup berevoluasi menjadi lebih kuat.
Dengan berpegang pada empat nilai dasar di atas (kebajikan, keragaman, keterbukaan dan meritokrasi), PSI ingin menjadi pelaku aktif bagi upaya transformasi tersebut. PSI memandang bahwa transformasi Indonesia harus dimulai dari transformasi institusional, yakni aspek-aspek normatif dasar yang memberikan kerangka perilaku dan aturan main sebagai warga Negara Indonesia.
PSI merumuskan platform transformasi ini dengan kesadaran penuh akan luasnya cakupan dan kompleksitas agenda-agenda kebijakan public nasional. Tanpa mengabaikan kompleksitas agenda transformasi tersebut, PSI menggarisbawahi delapan tema kebijakan public yang dianggap paling mendesak dan strategis. Yakni: 1) Politik, Hukum dan HAM; 2) Hubungan Luar Negeri; 3) Ekonomi dan Pembangunan; 4) Sosial dan Budaya; 5) Pendidikan, Ilmu pengetahuan dan Teknologi; 6) Lingkungan Hidup dan Pariwisata; 7) Energi dan Sumber Daya Alam; 8) Kesejahteraan Rakyat.
See....
So different ?
tapi itu hanyalah sebuah platform tertulis belaka , kita belum melihat dan membuktikan secara langsung apakah kemudian PSI akan benar benar mampu mengakomodasikan platform tertulisnya menjadi sebuah idealisme gerak dan langkah yang positif bagi perkembangan perpolitikan Indonesia. JADI  musti ditunggu langkah PSI kemudian apa ?

Ini Pilkada Jateng , Pilkada Jabar , Pilkada Jawa Timur apa ya langkah PSI ?
Sudahkah kalian tahu ?
Bagaimana gerak PSI didaerahmu ?
 
Apa iya kemudian PSI memiliki peran dan usaha untuk memaksakan / mengusulkan langkah-langkah dan program politiknya kepada para calon kepala daerah melalui kontrak politik ?
Dengan jargon yang sangat melekat dengan aktifitas perkembangan anak jaman NOW - PSI sebaiknya mulai berani melakukan langkah langkah brillian guna menarik para simpatisan dan swing voters yang nota bene jumlahnya 2X lebih banyak dari para pemilih partai manapun. Belum lagi jika PSI isa menyasar kalangan independent yang memiliki kekuatan dibelakang yang cukup signifikan bagi perkembangan suatu daerah - niscaya PSI akan semakin dikenal dan bukan tidak mungkin Gerindra pun bisa mereka tundukkan . Karena bukan sebuah kebetulan bahwa platform yang diawa Gerindra yang notabene hampir sama denga PSI sepertinya sudah dibuktikan tidak ada baiknya sama sekali jika diaplikasikan pada peradaban Indonesia yang bersatu penuh keragaman serta Bhinneka Tunggal Ika.
Lambangnya sih boleh kepala Garuda tetapi melihat orang orang seperti Fadli Zonk dan kakak beradik residivis koruptor yang hingga kini masih dipertahankan menjadi salah satu motor penggerak mesin kepartaian mereka di Jakarta , tidak berlebihan kiranya bahwa PSI akan lebih menarik dikalangan kaum muda dan pawa pembawa gadget di ibukota dan kota kota besar di indonesia.

Apa yang menyebabkan peta politik indonesia ini kurang menarik dan dangkal adalah ; banyaknya orang orang baik yang dengan ikhlas menyingkir dari panggung politik tanah air indonesia. Mereka sudah muak karena langkah jalan politik itu tidak leih adalah kekuasaan belaka dan jauh dari hati nurani serta kebajikan dan kebenaran. Politik bagi orang orang baik sudah semacam barang haram penuh riba menempel lendir lendir hasil zinah....! Jijik mereka ?
Tapi memang seperti itulah kebodohan kita juga - yang punya harga murah untuk menentukan pilihan politik kita. Politik bagi kawan kawan kita saudara2kita tetangga2kita dan kita kita sendiri taklebih adalah transaksi : "Wani Piro?"
Lu jual - lu bayar , lu bayar gua terima....!
Semakin berani PSI merubah paradigma kotor seperti itu dalam politik niscaya akan menarik perhatian khalayak ramai seantero negeri.

Dulu di tahun 1991-1992 an aku pernah ikut Kegiatan Partai Politik,
Sebagai seorang anak muda , pilihanku tidak tanggung tanggung . Kami menjadi Oposisi !
Ketika kawan kawanku ragu menerima pinangan , aku nekad maju mendaftar menjadi seorang Calon Legeslatif / Calon Anggota DPR-RI ! Setelah melalui berbagai macam kesulitan dan hambatan serta harus mengikuti test screening oleh KODAM dan Kepolisian , aku lolos - tetiba namaku muncul sebagai salah satu kontestan yang dibacakan di TV dan ditampilkan dikoran-koran sebagai salah satu calon anggota DPR-RI muda dari kota Semarang. Ketika hasil Pemilu 1992, diumumkan !
Namaku tidak ada dalam pilihan orang orang pemilih . So, aku gagal jadi salah seorang anggota DPR-RI kala itu.
Apa yang kemudian membuat aku tiba tiba saja tidak aktif lagi di dunia politik ?
Karena kami melihat bahwa kaum tua yang sudah malang melintang didunia politik makin busuk saja sifatnya. Kami merasa tidak mungkin menjadi tetap baik dilingkungan yang busuk . Jadi sudahlah buat apa diteruskan lagi. Lalu aku mundur teratur , tatkala gejolak reformasi menghantam Jakarta , aku pulang ke Semarang lagi karena ketakutan bisa ditangkap pasukan Suharto atau Prabowo kala itu karena ikut demo dan mimbar bebas di Kawasan Jl. Diponegoro serta masih menjadi pemegang sah kartu anggota partai tersebut. Coba kalau tetiba tampuk kekuasaan Suharto direbut oleh mantunya kala itu lalu mantunya berkuasa layaknya Suharto dan mengumumkan bahwa partai kami tempat kami bernaung dinyatakan sebagai partai terlarang lalu kami ditangkapi layaknya tahanan Gestapo kan repot. Suharto memang gila dan menakutkan kala itu.
Jadi aku salute pada Gelombang Aksi Massa Mahasiswa 1998 yang ditunggangi kala itu akhirnya bisa juga menumbangkan Suharto yang sudah berkuasa 32 tahun lamanya.

LALU - apakah PSI bisa memberikan nuasa dan pilihan baru ?
fenomena yang bisa dibuktikan dengan langkah mereka yang seharusnya diatas rata rata &TIDAK BIASA !

Comments